Sabtu, 05 Oktober 2013

3. Undang-Undang dan Peraturan Pembangunan Nasional

3.1 Undang - Undang No. 24 TH 1992 Tentang Tata Ruang
  
TENTANG
PENATAAN RUANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
A. Bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila;

B. Bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

C. Bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan, sehingga perlu ditetapkan undang-undang tentang penataan ruang;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33, ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.

B A B I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
2. ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
8. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
9. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

B A B II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penataan ruang berasaskan :
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Pasal 3
Penataan ruang bertujuan :
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya;
c. pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;
2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

B A B III
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 4
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang.
(2) Setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 5
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.
(2) Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal 6
Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B A B IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Umum

Pasal 7
(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(2) ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kota madya Daerah Tingkat II.
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.

Pasal 8
(1) Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan.
(2) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dikoordinasikan penyusunannya oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) untuk kemudian dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dikoordinasikan penyusunannya oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk kemudian dipadukan ke dalam Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 9
(1) Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, di samping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penataan ruang lautan dan penataan ruang udara di luar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur secara terpusat dengan undang-undang.

Pasal 10
(1) Penataan ruang kawasan perdesaan, penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) diselenggarakan sebagai bagian dari penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Penataan ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan diselenggarakan untuk :
a. mencapai tata ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia;
b. meningkatkan fungsi kawasan perdesaan dan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat;
c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
(3) Penataan ruang kawasan tertentu diselenggarakan untuk :
a. mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis dan diprioritaskan dalam rangka penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budi daya;
c. mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan.
(4) Pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11
Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 dilakukan dengan memperhatikan :
a. lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, dan interaksi antar lingkungan;
b. tahapan, pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan.

Pasal 12

(1) Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat.
(2) Tata cara dan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 13
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan jenis perencanaannya secara berkala.
(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 24 ayat (3).
(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pernerintah.

Pasal 14
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan;
b. aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang.
(2) Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya.
(3) Perencanaan tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan sebagai subsistem perencanaan tata ruang, tata cara penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemanfaatan

Pasal 15
(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Pasal 16
(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan :
a. pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warganegara.
(2) Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pengendalian

Pasal 17
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B A B V
RENCANA TATA RUANG

Pasal 19
(1) Rencana tata ruang dibedakan atas :
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota madya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah negara Indonesia, peta wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, peta wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan peta wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II, yang tingkat ketelitiannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 20
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, yang meliputi:
a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c. kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi :
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I berisi :
a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu;
c. arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;
d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;
e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
g. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I menjadi pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Propinsi Daerah Tingkat I serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I adalah 15 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 22
(1) Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Tingkat II merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

(2) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II berisi :
a. pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu;
c. sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan perkotaan;
d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;
e. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II serta keserasian antar sektor;
c. penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
d. penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II;
e. pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.
(4) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
(5) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II adalah 10 tahun.
(6) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 23
(1) Rencana tata ruang kawasan perdesaan dan rencana tata ruang kawasan perkotaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang kawasan tertentu dalam rangka penataan ruang wilayah nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan atau Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan pedoman, tata cara, dan lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

B A B VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN

Pasal 24
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam penataan ruang.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.

Pasal 25
Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan :
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan.

Pasal 26
(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak.

Pasal 27
(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pelaksanaan penataan ruang dilakukan Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya serta koordinasi dengan Daerah sekitarnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
(3) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).

Pasal 28
(1) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal 29
(1) Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang.
(2) Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting.
(3) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

B A B VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

B A B VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Ordonansi Pembentukan Kota (Stadsvormingsordonnantie Staatsblad Tahun 1948 Nomor 168, Keputusan Letnan Gubernur Jenderal tanggal 23 Juli 1948 no. 13) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

3.2 UU dan Peraturan Pembangunan Nasional - Pemukiman

Undang-undang dan Peraturan Pembangunan Nasional
(UU/4 Tahun 1992)

Rumah adalah salah satu kebutuhan pokok bagi setiap manusia,semakin pesatnya peningkatan jumlah populasi manusia berbanding lurus dengan semakin pesatnya pembangunan perumahan untuk itu perlu dibuat peraturan yang mengatur perumahan dan permukiman.Setiap orang atau badan yg membangun rumah atau pun perumahan wajib mematuhi peraturan2 yg telah dibuat negara dan mengikuti persyaratan teknis,ekologis dan administratif serta melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan.

Untuk mewujudkan permukiman yang layak,sehat,aman dan serasi serta berlandaskan pancasila,peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan perlu diupayakan. Untuk itu dibuatlah UU NO 4 TAHUN 1992 yang mengatur tentang perumahan dan permukiman. 
Undang-undang ini terdiri dari 42 pasal yang terbagi dalam 8 bab. 
Berikut ini adalah penjelasan singkat undang2 tersebut tiap bab-nya.
Bab I
KETENTUAN UMUM (pasal 1dan 2),
dalam bab ini dijelaskan mengenai rumah,perumahan,permukiman dsb dan tentang lingkup peraturan.
Bab 2
ASAS DAN TUJUAN (pasal 3 dan 4) 
menjelaskan tentang tujuan penataan perumahan dan permukiman.
Bab 3
PERUMAHAN ( pasal 5 s/d 17) 
menjelaskan aturan2 tentang hak dan kewajiban WN dalam pembangunan perumahan.
Bab 4
PERMUKIMAN (pasal 18 s/d 28) 
menjelaskan bahwa rencana tata ruang ditetapkan oleh pemda,pemerintah memberi bimbingan dan bantuan kpd masyarakat dalam pengawasan bangunan untuk meningkatkan kualitas permukiman.
Bab 5
PERAN SERTA MASYARAKAT (pasal 29)
berisi tentang hak dan kewajiban yg sama bagi tiap WN dalam pembangunan.
Bab 6
PEMBINAAN (pasal 30-35) 
menjelaskan bahwa pemerintah melakukan pembinaan agar masyarakat menggunakan teknologi tepat guna.
Bab 7
KETENTUAN PIDANA (pasal 36-37) 
berisi tentang sanksi yang diterima bila melakukan pelanggaran terhadap peraturan2 di atas
Bab 8
KETENYUAN LAIN2 (pasal 38-40) 
mengatur tentang pencabutan badan usaha yang melakukan pelanggaran atas pasal2 di atas
Contoh aplikasi dari UU NO 4 TAHUN 1992 :
Pada kasus 2 janda pahlawan,nenek Soetarti dan Rusmini yang terkena kasus dgn pegadaian mereka digugat dgn pasal 36 ayat 4 UU NO 4 TAHUN 1992,”setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 12 ayat 1 dipidana dgn pidana penjara selama-lamanya 2 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.20.000.000″ karena dituduh menempati rumah yg bukan hak miliknya.Sedangkan isi pasal 12 ayat 1,”penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik”
Kedua nenek tersebut dituntut karena menempati rumah dinas yg terletak di Jatinegara, Jakarta Timur.

Resume :  Undang - undang ini digunakan untuk mengatur tata ruang dan pemukiman dengan segala aturan" yang ada agar masyarakat tidak dapat sembarang membangun atau bermukim disembarang tempat.

sumber : http://architectgroups.blogspot.com/2013/01/undang-undang-dan-peraturan-pembangunan.html 
http://architectgroups.blogspot.com/2013/01/uu-dan-peraturan-pembangunan-nasional.html

 

2. UU & PERATURAN PEMBANGUNAN NASIONAL

2.1 Tata Hukum dan Kebijakan Negara

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN UNDANG - UNDANG NO.4 tahun 1992
tentang Perumahan & Pemukiman. Dalam Undang - Undang ini terdapat 10 BAB (42 pasal) antara lain yang mengatur tentang :

1. Ketentuan Umum ( 2 pasal )
2. Asas dan Tujuan (2 pasal )
3. Perumahan ( 13 pasal )
4. Pemukiman ( 11 pasal )
5. Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )
6. Pembinaan (6 pasal )
7. Ketentuan Piadana ( 2 pasal )
8. Ketentuan Lain - lain ( 2 pasal )
9. Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )
10. Ketentuan Penutup ( 2 pasal )

Pada Bab 1 berisi antara lain :
1. Fungsi dari rumah
2. Fungsi dari Perumahan
3. Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya
4. Satuan lingkungan pemukiman
5. Prasarana lingkungan
6. Sarana lingkungan
7. Utilitas umum
8. Kawasan siap bangun
9. Lingkungan siap bangun
10. Kaveling tanah matang
11. Konsolidasi tanah permukiman

Bab 2 Asas dan Tujuan, isi dari bab ini antara lain : Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman :
• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
• Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
• menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lain.

Bab 3 Perumahan, isi bab ini antara lain :
• hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak
• kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman
• pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja
• pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari pemilik tanah / perjanjian
• kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah / perumahan
• pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara
• Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah
• Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan
• Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan
• dll

Bab 4 Permukiman, isi bab ini antara lain :
• Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
• tujuan pembangunan permukiman
• Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
• Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum
• Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik Negara
• kerjasama antara pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN
• Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan
• ketentuan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan
• tahap - tahap yang dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap bangun
• kegiatan - kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman
• dll

Bab 5 Peran serta masyarakat, isi bab ini antara lain :
• hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pembangunan perumahan / permukiman
• keikutsertaan dapat dilakukan perorangan / bersama

Bab 6 Pembinaan, isi bab ini antara lain :
• bentuk pembinanaan pemerintah dalam pembangunan
• pembinaan dilakukan pemerintah di bidang perumahan dan pemukiman
• Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah
• dll.

Bab 7 Ketentuan Pidana, isi bab ini antara lain :
• hukuman yang diberikan pada yang melanggar peraturan dalam pasal 7 baik disengaja ataupun karena kelalaian.
• dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana atau denda.

Bab 8 Ketentuan Lain-lain, isi bab ini antara lain :
• Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan Undang-undang ini.
• Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dipenuhi oleh suatu badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut dicabut.

Bab 9 Ketentuan Peralihan, isi bab ini antara lain :
• Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.

Bab 10 Ketentuan Penutup, isi bab ini antara lain :
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3,
• Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.

PENGAPLIKASIAN
Pada tahun 1980 penduduk perkotaan berjumlah sekitar 32,85 juta (22,27% dari jumlah penduduk nasional). Tahun 1990 jumlah penduduk perkotaan menjadi sekitar 55,43 juta (30,9% dari jumlah penduduk nasional). Tahun 1995 jumlah penduduk perkotaan menjadi sekitar 71.88 juta (36,91% dari jumlah penduduk nasional). Saat ini jumlah penduduk perkotaan seluruhnya diperkirakan mencapai hampir 110 juta orang, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 3 juta orang. Sensus penduduk tahun 2000 mencatat total jumlah penduduk adalah 206.264.595 jiwa. 2 Tingkat urbanisasi mencapai 40% (tahun 2000), dan diperkirakan akan menjadi 60% pada tahun 2025 (sekitar 160 juta orang)3. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan pada kurun waktu 1990-2000 tercatat setinggi 4,4%/tahun, sementara pertumbuhan penduduk keseluruhan hanya 1,6%/tahun. Perkembangan kota-kota yang pesat ini disebabkan oleh perpindahan penduduk dari desa ke kota, perpindahan dari kota lain yang lebih kecil, pemekaran wilayah atau perubahan status desa menjadi kelurahan. Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya) dengan ekosistem (sumberdaya alam dan sumberdaya buatan) berlangsung. Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.


Resume :  UU & PERATURAN PEMBAGUNAN NASIONAL dimaksudkan untuk mengatur secara hukum tentang pembangunan disebuah kota agar pembangunan kota tersebut dapat rapih dan teratur sesuai dengan perancangan tata kota disetiap daerah.

sumber : http://architectgroups.blogspot.com/2012/10/hukum-pranata-pembangunan.html

1. Hukum Pranata Pembangunan

1.1 Pengantar Hukum Prananta Pembangunan

Hukum Pranata Pembangunan di Indonesia. Untuk membahas masalah hukum pranata pembangunan di Indonesia, pertama-tama kita harus mengetahui apa yang sebenarnya dimaksud dengan hukum pranata pembangunan, menurut kamus besar bahasa Indonesia

Hukum adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis

Sedangkan Pranata adalah interaksi antar individu/kelompok/kumpulan, pengertian individu dalam satu kelompok dan pengetian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda.

Pembangunan adalah perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

1.2 Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengikat yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Dalam arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan.
Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.

1.3 Struktur Hukum Pranata di Indonesia :

1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
4. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.


Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama

Dan

Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.

Resume : Adanya hukum pranata pembangunan dalam dunia arsitektur adalah dapat membantu dalam mengikat secara hukum (hubunganb kontrak) antara individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan. Agar tidak ada masalah atau konflik secara hukum di dalam pelaksanaan/pembangunan proyek.

sumber : http://architectgroups.blogspot.com/2012/10/hukum-pranata-pembangunan.html

Jumat, 04 Oktober 2013

High Rise Building - Bangunan Tinggi

Bangunan Tinggi adalah istilah untuk menyebut suatu bangunan yang memiliki struktur tinggi. Penambahan ketinggian bangunan dilakukan untuk menambahkan fungsi dari bangunan tersebut. Contohnya bangunan apartemen tinggi atau perkantoran tinggi.

Bangunan tinggi menjadi ideal dihuni oleh manusia sejak penemuan elevator (lift) dan bahan bangunan yang lebih kuat. Berdasarkan beberapa standard, suatu bangunan biasa disebut sebagai bangunan tinggi jika memiliki ketinggian antara 75 kaki dan 491 kaki (23 m hingga 150 m). Bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 492 kaki (150 m) disebut sebagai pencakar langit. Tinggi rata-rata satu tingkat adalah 13 kaki (4 meter), sehingga jika suatu bangunan memiliki tinggi 79 kaki (24 m) maka idealnya memiliki 6 tingkat.

Bahan yang digunakan untuk sistem struktural bangunan tinggi adalah beton kuat dan besi. Banyak pencakar langit bergaya Amerika memiliki bingkai besi, sementara blok menara penghunian dibangun tanpa beton.

Meskipun definisi tetapnya tidak begitu jelas, banyak lembaga mencoba mengartikan pengertian 'bangunan tinggi', antara lain:
  • International Conference on Fire Safety in High-Rise Buildings mengartikan bangunan tinggi sebagai "struktur apapun dimana tinggi dapat memiliki dampak besar terhadap evakuasi"
  • New Shorter Oxford English Dictionary mengartikan bangunan tinggi sebagai "bangunan yang memiliki banyak tingkat"
  • Massachusetts General Laws mengartikan bangunan tinggi lebih tinggi dari 70 kaki (21 m)
  • Banyak insinyus, inspektur, arsitek bangunan dan profesi sejenisnya mengartikan bangunan tinggi sebagai bangunan yang memiliki tinggi setidaknya 75 kaki (23 m).
Struktur bangunan tinggi memiliki tantangan desain untuk pembangunan struktural dan geoteknis, terutama bila terletak di wilayah seismik atau tanah liat memiliki faktor risiko geoteknis seperti tekanan tinggi atau tanah lumpur. Tantangan yang tidak kalah besar lainnya adalah bagaimana pemadam kebakaran bertugas selama keadaan darurat pada struktur tinggi. Desain baru dan lama bangunan, sistem bangunan seperti sistem pipa berdiri bangunan, sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioning), sistem penyiram api dan hal lain seperti evakuasi tangga dan elevator mengalami masalah seperti itu.

Salah satu contoh peristiwa tantangan terhadap pemadam kebakaran yang pernah terjadi adalah ketika pemadam kebakaran diarahkan ke sebuah hotel tinggi di Lexington, Kentucky dengan laporan adanya asap pada bangunan tersebut. Ketika pemadam mencari sumbernya, mereka menemukan asap di lorong, bukan di kamar tamu. Ini membantu pemadam mengetahui bahwa masalahnya berasal dari sistem HVAC dan bahaya asli tidak terjadi.

Bangunan tinggi mulai dibangun pada waktu awal berdirinya Amerika selama kebangkitan industri. Menggunakan bahan ringan, mereka mampu membuat bangunan bertingkat 8. Asch Building memiliki 10 tingkat.

Berikut adalah daftar 7 bangunan tertinggi di dunia saaat ini :

1. Burj Khalifa di Dubai

Burj Khalifa terletak di Dubai, Uni Emirat Arab. Gedung ini dinobatkan sebagai gedung tertinggi di dunia pada tahun 2010. Memiliki ketinggian 828 m (6 kali tinggi Monas di jakarta)  dan didalamnya terdapat 900 unit apartemen serta menghabiskan dana USD 1,5 Miliar . Mulai dibangun pada awal tahun 2004 dan dibuka untuk umum di tahun 2010, gedung yang menjadi kebanggaan negara penghasil minyak itu belum ada yang menandingi hingga saat ini.




 2.  Abraj Al-Bait Tower di Mekkah 
 
Abraj Al-Bait Tower atau juga dikenal sebagai Mecca Royal Hotel Clock Tower ini terdapat di Kota Mekkah, Saudi Arabia. Terletak tepat di pintu selatan Masjidil Haram, menara setinggi 601 meter ini memiliki 120 lantai. Dibangun secara bertahap sejak tahun 2004 dan dibuka pada tahun 2012. Terdiri dari 7 (tujuh) buah menara, menara paling tinggi dinamakan Hotel Tower yang dijadikan hotel berbintang tujuh (7), sedangkan 6 menara lainnya digunakan sebagai apartemen. Bangunan dibawah menara diisi dengan 5 (lima) lantai pusat perbelanjaan, ruang konferensi dan fasilitas – fasilitas lain, termasuk ruang ibadah yang sanggup menampung hingga 10.000 orang jemaah.


3. Taipei Tower di Taipei, Taiwan

Taipei Tower adalah gedung pencakar langit setinggi 508 m dengan 101 tingkat. Nama resminya adalah Gedung Finansial Internasional Taipei atau Taipei World International Center. Gedung ini dibuka pada 31 Desember 2004 dengan luas total 450.000 m2 dan menghabiskan dana sebesar USD 1,8 Miliar. Gedung ini menjadi bangunan paling modern yang pernah dibuat oleh manusia, memiliki keunggulan fiber optik dan fasilitas internet satelit yang dapat mencapai kecepatan 1 gigabyte per detik. Dua lift tercepat di sediakan oleh Toshiba yang mencapai kecepatan maksimum 1.010 m/min (63km/jam atau 39 mil/jam) berati mampu membawa pengunjung dari lantai dasar ke lantai 89 dalam waktu 39 detik. Sebuah pendulum seberat 800 ton dipasang di lantai 88, untuk menstabilkan menara ini terhadap goyangan yang timbul dari gempa bumi,angin topan maupun gaya geser dari angin.



4. Shanghai World Financial Center di Shanghai

Dari jauh gedung ini terlihat sebagai pembuka botol raksasa.  Dibangun di distrik Pudong, Shanghai China, bangunan setinggi 494, 3 meter ini dibangun mulai tahun 1997 dan selesai tahun 2008 dengan total biaya USD 1,2 Miliar. Gedung yang memiliki 101 lantai ini digunakan untuk perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan museum dan lain- lain. Gedung ini juga dinobatkan sebagai bangunan dengan ruang terbuka terbesar didunia, yaitu 474 m°di lantai 100 mengalahkan Burj Khalifa yang ‘hanya’ memiliki ruang terbuka seluas 452 m2  di lantai 124.


5. The International Commerce Center di Hongkong

The International Commerce Center atau ICC Tower adalah salah satu bagian dari Union Square yang dibangun di atas Kowloon Station, Hongkong. bangunan tertinggi di Hongkong ini memiliki 118 lantai dengan total ketinggian 484 meter. Dibangun mulai tahun 2005 dan selesai di pertengahan 2010, gedung yang awalnya bernama Union Square Phase 7 ini resmi dibuka pada tahhun 2011.
 

6. Menara Kembar Petronas, Malaysia

Bangunan kebanggaan negara yang memiliki rumpun sama dengan Indonesia ini memiliki ketinggian 451,9 meter. Dibangun sejak tahun 1992 dan selesai pada tahun 1998, dengan jumlah lantai sebanyak 88 ini berdiri tepat di jantung kota Kuala Lumpur, Malaysia. Dirancang oleh Ir. Achmad Moerdijat alumni ITB, Bandung, memiliki 2 (dua) gedung utama yang dihubungkan dengan jembatan. Menghabisakan dana sebesar USD 1,2 Miliar, gedung ini sebagian besar digunakan untuk perkantoran dan keperluan komersial. Saat ini menara kembar petronas juga dinobatkan sebagai menara kembar tertinggi di dunia setelah runtuhnya gedung kembar World Trade Center di Amerika Serikat.



7. Zifeng Tower di China

Terletak di kota Nanjing, China, bangunan setinggi 450 meter ini memiliki 89 lantai. Dibangun dengan jangka wantu 5 (lima) tahun sejak tahun 2005 oleh arsitek terkemuka, Adrian Smith. Memiliki nama lain Nanjing Greenland Financial Center, gedung tertinggi kedua di China ini banyak digunakan untuk hotel, perkantoran dan memiliki sebuah observatorium di bagian atas.


sumber : wikipedia, blog.urbanindo.com/2013/06/7-bangunan-tertinggi-di-dunia/