6.1 Pengertian
Perencanaan fisik pembangunan pada
hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan
kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai
kegiatan fisiknya.
6.2 Skema Perencanaan
Kepala Bidang Fisik dan Prasarana
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Kepala Badan lingkup Fisik dan Prasarana, dalam melaksanakan
tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan tehnis,
program dan kegiatan perencanaan pembangunan tahunan bidang Fisik dan
Prasarana lingkup prasarana wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya
Alam
b. Pengoordinasian penyusunan
perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna
wilayah dan Tata Ruang serta SDA
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas
perencanaan perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup
prasarna wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya Alam.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya
Kepala Sub-Bidang Prasarana Wilayah
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Kabid Fisik dan Prasarana dilingkup Prasarana Wilayah, dalam
melaksanakan tugasnya, juga menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan dan penyusunan bahan
kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Prasarana
Wilayah dilingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
b. Penyusunan anggaran pada Sub
Bidang Prasarana Wilayah dan pengkoordinasian penyusunan anggaran
lingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
c. Penyiapan dan penyusunan dan
pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub
Bidang Prasarana Wilayah
d. Pengendalian pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan
lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya
Kepala Sub-Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas Kabid Fisik dan Prasarana dilingkup Tata Ruang dan Sumber Daya
Alam, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan dan penyusunan bahan
kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang Tata Ruang dan
Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
b. Penyiapan dan penyusunan dan
pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan lingkup sub
Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
c. Pengendalian pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan
lingkup sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya
6.3 Distribusi Tata Ruang Lingkungan
1. Nasional
Yang dibicarakan dalam lingkup
nasional ini hanyalah, misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria
yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi
pemeilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara
spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.
Meskipun rencana pembangunan nasional
tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat
lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional
sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal.
Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan
APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program
pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan
utilitas kota.
2. Regional
Instansi yang berwenang dalam
perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah
Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal
(kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil.
Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap
provInsi.
Walaupun perencanaan ditingkat kota
dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan
yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah
tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan
wilayahnya sendiri.
3. Lokal
Penanganan perencanaan
pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya
dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata
Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas
Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27
tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering
terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan
apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas
vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun
terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota
untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota
(urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus
untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci
bagian-bagian kota.
4. Sektor Swasta
Lingkup kegiatan perencanaan
oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya
seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat
perbelanjaan dll.
Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan
hampir tidak terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur
adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya
lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin
luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang semakin positif
menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN.
Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor
(swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas
layanan/produk.
Pihak swasta terkecil adalah
individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh
terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila
seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik
rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan
bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya
dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan
disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
6.4 Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian wilayah dipahami sebagai
ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan
beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit
tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau
skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan
manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara.
Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan
untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional
adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah
sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya
menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,
wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan
nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala
daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah
masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah
yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program
pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga, dengan
dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka ke dalam –
dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut di
semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek
wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam
perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan
pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial)
dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum
kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan
tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan
Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap
provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan
pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara
berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang
sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi,
kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat
tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan
jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang
berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah.
Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang
penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat rencana tata ruang
merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan nasional dan
pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota
merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan
operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang-undangan
penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun
2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat
digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang
sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan demikian, terkait kondisi tersebut,
dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu
pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan
bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk
pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan
arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan
nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW
nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk
jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan
arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus
pada keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada
tingkat ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun.
Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang,
substansi data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan
pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia,
sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan
lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi:
Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan
lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan
dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan,
pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;
arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;
arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan
kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air,
udara, dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana
tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan
arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW
kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk
kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10
tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
6.5 Peranannnya Dalam ingkup : Nasional, Regional, Lokal, Sektor Swasta
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
1. Lingkup Nasional
2. Lingkup Regional
3. Lingkup Lokal
4. Lingkup Sektor Swasta
LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instansi di
tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara
sektoral. Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan
perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara
lain adalah :
- Dept. Pekerjaan Umum
- Dept. Perhubungan
- Dept. Perindustrian
- Dept. Pertanian
- Dept. Pertambangan Energi
- Dept. Nakertrans.
Dalam hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya juga sangat penting.
Perencanaan fisik pada tingkat nasional
umumnya tidak mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara
spesifik dan mendetail. Tetapi terbatas pada penggarisan kebijaksanaan
umum dan kriteria administrasi pelaksanaannya. Misalnya:
Suatu program subsidi untuk pembangunan
perumahan atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak
akan dibahas secara terperinci dan tidak membahas dampak spesifik
program ini pada suatu daerah. Yang dibicarakan dalam lingkup nasional
ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan
dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemilihan dan penentuan
daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi
wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana
pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan
fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan
tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun
oleh tingkat lokal.
Sebagai contoh, ketidaksingkronan program
pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan
pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang
untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
LINGKUP REGIONAL
Instansi yang berwenang dalam
perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah
Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal
(kantor wilayah).
Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR,
Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk.
I di setiap provinsi.
Walaupun perencanaan ditingkat kota dan
kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang
telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat
II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan
wilayahnya sendiri
Yang penting dalam hal ini pengertian timbal balik, koordinatif. Contoh, misalnya ada perencanaan fisik
pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain
dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu
dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah
tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
Masalah yang sering mennyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan dengan kota atau wilayah lain.
Ada instansi khusus lainnya yang cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus.
Contoh otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS.
LINGKUP LOKAL
Penanganan perencanaan
pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya
dibebankan pada dinas-dinas,
contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata
Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas
Kesehatan, Dinas PDAM.
Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering
terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan
apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas
vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun
terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota
untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota
(urban renewal programmes).
Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
LINGKUP SWASTA
Lingkup kegiatan perencanaan
oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya
seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat
perbelanjaan dll. Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir
tidak terbatas.
Badan-badan usaha konsultan swasta yang
menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin
luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan layanan yang
semakin luas dan profesionalisme.
Kewenangan pihak swasta yang semakin
positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta
maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap
kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan
kualitas layanan/produk.
Pihak swasta terkecil adalah individu
atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola
perencanaan pembangunan secara keseluruhan.
Contoh apabila seseorang membuat rumah
maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi
peraturan yang berlaku.
Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya.
Kepentingannya dalam membangun harus
singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal
hingga pada tataran yang lebih luas.
Resume : Pada tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa
perencanaan fisik pembangunan memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta peruntukkannya, dimana ketentuan-ketentuan tersebut diatur oleh beberapa
instansi dan pihak yang telah dijelaskan pada uraian dalam tulisan ini.
Sumber:
http://dinidwinanda.blogspot.com/2013/02/perencanaan-fisik-pembangunan-skema.html
http://dinidwinanda.blogspot.com/2013/02/sistem-wilayah-pembangunan.html
http://dinidwinanda.blogspot.com/2013/02/perencanaan-fisik-pembangunan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar