Minggu, 14 April 2013

Wawasan Nasional Indonesia



LATAR BELAKANG FILOSOFIS WAWASAN NUSANTARA

Wawasan Nusantara merupakan sebuah cara pandang geopolitik Indonesia yang bertolak dari latar belakang pemikiran sebagai berikut ((S. Sumarsono, 2005)
  • Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila
  • Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia
  • Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia
  • Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia
Latar belakang pemikiran filsafat Pancasila menjadikan Pancasila sebagai dasar pengembangan Wawasan Nusantara tersebut. Setiap sila dari Pancasila menjadi dasar dari pengembangan wawasan itu.
  • Sila 1 (Ketuhanan yang Mahaesa) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati kebebasan beragama
  • Sila 2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang menghormati dan menerapkan HAM (Hak Asasi Manusia)
  • Sila 3 (Persatuan Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
  • Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang dikembangkan dalam suasana musyawarah dan mufakat.
  • Sila 5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia) menjadikan Wawasan Nusantara merupakan wawasan yang mengusahakan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan Indonesia menjadikan wilayah Indonesia sebagai dasar pengembangan wawasan itu. Dalam hal ini kondisi obyektif geografis Indonesia menjadi modal pembentukan suatu negara dan menjadi dasar bagi pengambilan-pengambilan keputusan politik. Adapun kondiri obyektif geografi Indonesia telah mengalami perkembangan sebagai berikut.
  • Saat RI merdeka (17 Agustus 1945), kita masih mengikuti aturan dalam Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 di mana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia.
    • Dengan aturan itu maka wilayah Indonesia bukan merupakan kesatuan
    • Laut menjadi pemisah-pemecah wilayah karena Indonesia merupakan negara kepulauan
  • Indonesia kemudian mengeluarkan Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957) berbunyi: ”…berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka pemerintah menyatakan bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Indonesia, dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman in bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia….”
    • Jadi, pulau-pulau dan laut di wilayah Indonesia merupakan satu wilayah yang utuh, kesatuan yang bulat dan utuh
  • Indonesia kemudian mengeluarkan UU No 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang berisi konsep kewilayahan Indonesia menurut Deklarasi Djuanda itu
    • Maka Indonesia mempunyai konsep tentang Negara Kepulauan (Negara Maritim)
    • Dampaknya: jika dulu menurut Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 luas Indonesia adalah kurang lebih 2 juta km2 maka menurut Deklarasi Djuanda dan UU No 4/prp Tahun 1960 luasnya menjadi 5 juta km2 (dimana 65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan)
  • Pada 1982, Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III mengakui pokok-pokok asas Negara Kepulauan (seperti yang digagas menurut Deklarasi Djuanda)
    • Asas Negara Kepulauan itu diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law af the Sea)
    • Dampak dari UNCLOS 1982 adalah pengakuan tentang bertambah luasnya ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia
  • Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17 Tahun 1985 (tanggal 31 Desember 1985)
  • Sejak 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara dan menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
  • Perjuangan selanjutnya adalah perjuangan untuk wilayah antariksa nasional, termasuk GSO (Geo  Stationery Orbit)
  • Jadi wilayah Indonesia adalah (Prof. Dr. Priyatna dalam S. Sumarsono, 2005, hal 74)
    • Wilayah territorial 12 mil dari Garis Pangkal Laut
    • Wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil dari Pangkal Laut
    • Wilayah ke dalam perut bumi sedalam 40.000 km
    • Wilayah udara nasional Indonesia setinggi 110 km
    • Batas antariksa Indonesia
      • Tinggi = 33.761 km
      • Tebal GSO (Geo  Stationery Orbit) = 350 km
      • Lebar GSO (Geo  Stationery Orbit) = 150 km
Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya Indonesia menjadikan keanekaragaman budaya Indonesia menjadi bahan untuk memandang (membangun wawasan) nusantara Indonesia. Menurut Hildred Geertz sebagaimana dikutip Nasikun (1988), Indonesia mempunyai lebih dari 300 suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Adapun menurut Skinner yang juga dikutip Nasikun (1988) Indonesia mempunyai 35 suku bangsa besar yang masing-masing mempunyai sub-sub suku/etnis yang banyak.
Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan Indonesia menunjuk pada sejarah perkembangan Indonesia sebagai bangsa dan negara di mana tonggak-tonggak sejarahnya adalah:
  • 20 Mei 1908 = Kebangkitan Nasional Indonesia
  • 28 Okotber 1928 = Kebangkitan Wawasan Kebangsaan melalui Sumpah Pemuda
  • 17 Agustus 1945 = Kemerdekaa Republik Indonesia

DASAR PEMIKIRAN WAWASAN NASIONAL INDONESIA


Bangsa Indonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata. Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa Indonesia yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.


INPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA


Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI. 


Referensi : Gunadarma E-learning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar